Jawa Pos

Tambah 10 Industri Bakal Dapat Diskon Harga Gas

JAKARTA – Pemerintah berencana memperluas insentif harga gas industri. Usulan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memasuki tahap pembahasan bersama lintas kementerian/lembaga (K/L).

Deputi Monetisasi dan Keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Arief Setiawan Handoko mengungkapkan, 13 industri yang diusulkan memasuki pembahasan tahap lanjut. Hasilnya, 10 industri yang diusulkan mendapat lampu hijau dapat insentif. ”Ini belum final,” ucapnya.

Sepanjang 2021, lanjut dia, volume serapan sektor industri mencapai 85 persen dari total alokasi. Pandemi Covid-19 memengaruhi suplai gas dari hulu ke hilir. Ditambah, sejumlah industri juga belum pulih signifikan.

Arief mengungkapkan, salah satu poin utama pembahasan terkait dengan konsekuensi pemberian harga gas khusus pada industri. Yang berakibat penerimaan negara dari subsektor hulu migas tergerus.

”Para kontraktor hulu migas sudah memiliki kontrak yang jelas terkait pendapatan yang telah disepakati. Hal itu juga berhubungan langsung terhadap hak atau bagian negara. Namun, adanya kebijakan harga gas pemerintah telah berkomitmen untuk menghormati kontrak yang ada sehingga akibatnya penerimaan negara yang direlakan,” paparnya.

Di sisi lain, pemerintah berupaya agar kebijakan tersebut tidak menghabiskan jatah penerimaan negara dari hulu migas. SKK Migas bersama Kementerian ESDM harus menjaga agar penerimaan negara tidak sampai minus akibat harga gas khusus. Tahun lalu, penerimaan negara dari hulu hilang USD 1,2 miliar sebagai konsekuensi penerapan harga gas khusus.

Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, pendapatan negara dari hulu migas selama 2020 hanya mencapai USD 460 juta. Jumlah tersebut jauh di bawah proyeksi awal senilai USD 1,39 miliar. ”Artinya, ada potential loss bagian negara di saat windfall (durian runtuh, Red) kenaikan harga gas sedang tinggi,” katanya, kemarin (18/1).

Penyaluran gas dengan harga khusus ke industri, lanjut Bhima, dapat menimbulkan beberapa permasalahan. Misalnya, formulasi penetapan harga gas maksimal USD 6 per MMBTU dan kriteria penerima yang dianggap kurang transparan. ”Penyaluran insentif harga gas khusus seharusnya sama halnya dengan penyaluran subsidi gas pada umumnya. Perlunya kejelasan soal formulasi harga, kriteria penerima, dan mekanisme pengawasan yang melekat dalam kebijakan gas khusus,” paparnya.

EKONOMI BISNIS

id-id

2022-01-19T08:00:00.0000000Z

2022-01-19T08:00:00.0000000Z

https://jawapos.pressreader.com/article/281595243902993

Jawa Pos